بسم الله الرØمن الرØيم
Suatu saat, seorang ilmuwan cerdas berkebangsaan Romawi yang atheis datang ke sebuah mesjid. Ia menantang para ulama di sana. Namun, tak ada yang sanggup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Hingga seorang pemuda shalih memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ilmuwan Romawi tersebut.
Para hadirin yang ada di masjid tersebut pun mulai memperhatikannya, ada yang kagum, ada yang berprasangka negatif dan sebagainya. Tapi si pemuda dengan yakin dan tenang serta bersedia meladeni si ilmuwan Romawi tersebut.
Lalu, si pemuda itupun mempersilakan si ilmuwan Romawi itu mengajukan pertanyaanya.
"Tahun berapa Tuhan kamu dilahirkan?
"Allah tidak dilahirkan dan tidak pula dilahirkan."
"Hmm, masuk akal juga jika begitu. Tapi tahun berapakah Dia ada?"
"Dia ada sebelum segala sesuatu ada."
"Bisa berikan contoh konkret tentang hal ini?"
"Anda tahu tentang perhitungan?" si pemuda balik bertanya.
"Ya, mengapa memang?"
"Angka berapa yang mendahului angka 1?"
"Tidak ada."
"Tidak ada angka lain yang mendahului angka 1. Lalu, mengapa kamu bingung bahwa sebelum Allah tidak ada yang sesuatu pun yang mendahuluinya?"
"Baiklah. Sekarang, di manakah Allah berada? Sesuatu yang mempunyai wujud pasti membutuhkan tempat, bukan?
"Kamu tahu bentuk susu?
"Ya, tentu."
"Apakah di dalam susu tersebut terdapat keju?"
"Ya, ada."
"Kalau begitu, coba perlihatkan di mana letak keju itu sekarang!"
"Jelas tidak ada tempat khusus. Keju itu bercampur dengan susu di seluruh bagiannya."
"Nah, keju saja tidak mempunyai tempat khusus di susu. Tidak sepatutnya kamu meminta saya untuk menunjukkan tempat Allah berada."
"Tolong jelaskan Dzat Allah. Apakah Allah itu wujudnya padat, cair seperti susu atau gas?"
"Anda pernah mendampingi orang sakit yang akan meninggal dunia?" Jawab si pemuda berbalik bertanya.
"Pernah."
"Awalnya, orang sakit itu bisa berbicara dan bisa menggerakkan anggota badannya, bukan?"
"Ya, memang demikian halnya."
"Tetapi, kenapa tiba-tiba orang sakit itu diam tak bergerak? Apa yang menyebabkan hal itu terjadi?"
"Jelas karena ruh orang itu telah lepas dari tubuhnya."
"Sewaktu ruh itu keluar, apakah kamu masih di sana?"
"Saya masih di sana."
"Nah, coba jelaskan bagaimana ruh itu? Apakah padat, cair, atau gas?"
"Wah, kalau itu saya tidak tahu."
"Kamu sendiri tidak dapat menjelaskan tentang ruh, apalagi saya harus menerangkan Dzat Allag yang menciptakan ruh."
"Lazimnya, sesuatu itu mempunyai arah. Ke arah manakah Allah menghadapkan wajah-Nya sekarang?"
"Apabila kamu menyalakan lampu, ke arah mana cahaya lampu itu menghadap?"
"Cahayanya menghadap ke semua arah."
"Lampu yang buatan manusia saja seperti itu. Apalagi Allah Sang Pencipta alam semesta. Allah adalah cahaya langit dan bumi."
"Ada awal ada akhir. Seseorang masuk surga itu ada awalnya, tetapi kenapa tidaka da akhirnya? Mengapa surga dan para penghuninya kekal abadi?"
"Untuk hal itu, kamu bisa membandingkannya dengan perhitungan angka, ada awal tetapi tidak ada akhirnya."
"Terus bagaimana pula para penghuni surga itu makan dan minum tanpa buang hajat?
"Ini pernah kamu alami ketika ada dalam kandungan ibumu. Selama sembilan bulan kamu makan dan minum tanpa buang hajat. Kamu baru buang air besar dan kecil setelah beberapa saat lahir ke dunia."
"Tolong jelaskan, bagaimna kenikmatan surga itu tak ada habisnya dan malah terus bertambah."
"Ada banyak hal yang semacam itu di dunia. Ilmu misalnya, Ilmu tidak akan habis atau berkurang ketika dimanfaatkan, malah semakin bertambah."
"Jika segala sesuatu telah ditakdirkan sebelum diciptakan, lalu apa pekerjaan Allah sekarang?"
"Sejak tadi saya menjawab pertanyaan kamu dengan duduk di sini sedang anda berdiri di atas mimbar. Sekarang untuk menjawab pertanyaan kamu, saya mohon kamu turun dari mimbar, dan saya akan menjawab pertanyaan kamu dari atas mimbar."
Ilmuwan Romawi itu pun turun, sekarang si pemuda yang berada di atas mimbar.
"Saudara-saudara, dari atas mimbar ini saya akan menjawab pertanyaan tadi. Bagaimana tadi pertanyaannya? Coba ulangi."
"Apa pekerjaan Allah sekarang?" Ilmuwan Romawi itu menjelaskan inti pertanyaannya.
"Pekerjaan Allah tentu saja berbeda dengan pekerjaan manusia. Ada pekerjaan-Nya yang dapat dijelaskan dan ada yang tidak. Pekerjaan Allah sekarang adalah menurunkan orang kafir seperti kamu dari atas mimbar dan menaikkan seorang mukmin ke atasnya. Itulah pekerjaan Allah sekarang."
Para hadirin yang ada di Masjid pun puas, karena jawaban si pemuda itu jelas, tegas, serta lugas. Sehingga dapat dipahami oleh siapapun.
Dan kini izinkanlah saya menyebutkan nama si pemuda itu, dialah Abu Hanifah, salah satu Imam besar dalam Islam.
Suatu saat, seorang ilmuwan cerdas berkebangsaan Romawi yang atheis datang ke sebuah mesjid. Ia menantang para ulama di sana. Namun, tak ada yang sanggup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Hingga seorang pemuda shalih memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ilmuwan Romawi tersebut.
Para hadirin yang ada di masjid tersebut pun mulai memperhatikannya, ada yang kagum, ada yang berprasangka negatif dan sebagainya. Tapi si pemuda dengan yakin dan tenang serta bersedia meladeni si ilmuwan Romawi tersebut.
Lalu, si pemuda itupun mempersilakan si ilmuwan Romawi itu mengajukan pertanyaanya.
"Tahun berapa Tuhan kamu dilahirkan?
"Allah tidak dilahirkan dan tidak pula dilahirkan."
"Hmm, masuk akal juga jika begitu. Tapi tahun berapakah Dia ada?"
"Dia ada sebelum segala sesuatu ada."
"Bisa berikan contoh konkret tentang hal ini?"
"Anda tahu tentang perhitungan?" si pemuda balik bertanya.
"Ya, mengapa memang?"
"Angka berapa yang mendahului angka 1?"
"Tidak ada."
"Tidak ada angka lain yang mendahului angka 1. Lalu, mengapa kamu bingung bahwa sebelum Allah tidak ada yang sesuatu pun yang mendahuluinya?"
"Baiklah. Sekarang, di manakah Allah berada? Sesuatu yang mempunyai wujud pasti membutuhkan tempat, bukan?
"Kamu tahu bentuk susu?
"Ya, tentu."
"Apakah di dalam susu tersebut terdapat keju?"
"Ya, ada."
"Kalau begitu, coba perlihatkan di mana letak keju itu sekarang!"
"Jelas tidak ada tempat khusus. Keju itu bercampur dengan susu di seluruh bagiannya."
"Nah, keju saja tidak mempunyai tempat khusus di susu. Tidak sepatutnya kamu meminta saya untuk menunjukkan tempat Allah berada."
"Tolong jelaskan Dzat Allah. Apakah Allah itu wujudnya padat, cair seperti susu atau gas?"
"Anda pernah mendampingi orang sakit yang akan meninggal dunia?" Jawab si pemuda berbalik bertanya.
"Pernah."
"Awalnya, orang sakit itu bisa berbicara dan bisa menggerakkan anggota badannya, bukan?"
"Ya, memang demikian halnya."
"Tetapi, kenapa tiba-tiba orang sakit itu diam tak bergerak? Apa yang menyebabkan hal itu terjadi?"
"Jelas karena ruh orang itu telah lepas dari tubuhnya."
"Sewaktu ruh itu keluar, apakah kamu masih di sana?"
"Saya masih di sana."
"Nah, coba jelaskan bagaimana ruh itu? Apakah padat, cair, atau gas?"
"Wah, kalau itu saya tidak tahu."
"Kamu sendiri tidak dapat menjelaskan tentang ruh, apalagi saya harus menerangkan Dzat Allag yang menciptakan ruh."
"Lazimnya, sesuatu itu mempunyai arah. Ke arah manakah Allah menghadapkan wajah-Nya sekarang?"
"Apabila kamu menyalakan lampu, ke arah mana cahaya lampu itu menghadap?"
"Cahayanya menghadap ke semua arah."
"Lampu yang buatan manusia saja seperti itu. Apalagi Allah Sang Pencipta alam semesta. Allah adalah cahaya langit dan bumi."
"Ada awal ada akhir. Seseorang masuk surga itu ada awalnya, tetapi kenapa tidaka da akhirnya? Mengapa surga dan para penghuninya kekal abadi?"
"Untuk hal itu, kamu bisa membandingkannya dengan perhitungan angka, ada awal tetapi tidak ada akhirnya."
"Terus bagaimana pula para penghuni surga itu makan dan minum tanpa buang hajat?
"Ini pernah kamu alami ketika ada dalam kandungan ibumu. Selama sembilan bulan kamu makan dan minum tanpa buang hajat. Kamu baru buang air besar dan kecil setelah beberapa saat lahir ke dunia."
"Tolong jelaskan, bagaimna kenikmatan surga itu tak ada habisnya dan malah terus bertambah."
"Ada banyak hal yang semacam itu di dunia. Ilmu misalnya, Ilmu tidak akan habis atau berkurang ketika dimanfaatkan, malah semakin bertambah."
"Jika segala sesuatu telah ditakdirkan sebelum diciptakan, lalu apa pekerjaan Allah sekarang?"
"Sejak tadi saya menjawab pertanyaan kamu dengan duduk di sini sedang anda berdiri di atas mimbar. Sekarang untuk menjawab pertanyaan kamu, saya mohon kamu turun dari mimbar, dan saya akan menjawab pertanyaan kamu dari atas mimbar."
Ilmuwan Romawi itu pun turun, sekarang si pemuda yang berada di atas mimbar.
"Saudara-saudara, dari atas mimbar ini saya akan menjawab pertanyaan tadi. Bagaimana tadi pertanyaannya? Coba ulangi."
"Apa pekerjaan Allah sekarang?" Ilmuwan Romawi itu menjelaskan inti pertanyaannya.
"Pekerjaan Allah tentu saja berbeda dengan pekerjaan manusia. Ada pekerjaan-Nya yang dapat dijelaskan dan ada yang tidak. Pekerjaan Allah sekarang adalah menurunkan orang kafir seperti kamu dari atas mimbar dan menaikkan seorang mukmin ke atasnya. Itulah pekerjaan Allah sekarang."
Para hadirin yang ada di Masjid pun puas, karena jawaban si pemuda itu jelas, tegas, serta lugas. Sehingga dapat dipahami oleh siapapun.
Dan kini izinkanlah saya menyebutkan nama si pemuda itu, dialah Abu Hanifah, salah satu Imam besar dalam Islam.
No comments:
Silakan berkomentar, gunakanlah bahasa yang santun dan sopan serta sesuai dengan tulisan di atas