بسم الله الرØمن الرØيم
"...dan Allah yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka..."
(Q.S. Al-Anfaal: 63)
Ukhuwah Islamiyah, dua kata yang menjelaskan kepada kita akan tingginya makna persaudaraan dalam Islam. Persaudaraan Islam, persaudaraan yang agung, melewati sekat-sekat negara atau wilayah, melibas perbedaan suku maupun ras, meninggi lebih tinggi bahkan dari persaudaraan nasab. Teringatlah kita akan kejadian setelah Perang Badar, saat 'Abdurrahman ibn 'Auf membawa seorang tawanan pada seorang lelaki yang mirip dengan tawanan itu, berkatalah ia kepada lelaki itu,
"Assalamu'alaika, ya Mush'ab yang baik. Inilah saudaramu, Abu 'Aziz!" Ya, tawanan itu adalah saudara kandung Mush'ab ibn 'Umair, sang duta Islam saat awal kali ke Yatsrib. Namun inilah yang dikatakan Mush'ab pada 'Abdurrahman setelah menjawab salam, "Tahanlah dia. Kuatkan ikatanmu, dan eratkan belenggumu. Sesungguhnya dia memiliki Ibu yang sangat menyayangiya dan memanjakannya. Insya Allah engkau akan mendapat tebusan berharga darinya, Saudaraku!" Seakan tak percaya, 'Abu Aziz pun meronta, "Aku tak percaya ini! Engkau hai Mush'ab, saudaraku sendiri, engkau menjualku dan membiarkannya meminta tebusan besar pada ibu kita? Di mana cintamu pada adikmu ini?"
Dengan memalingkan wajahnya, Mush'ab menjawab, "Tidak! engkau bukan saudaraku. Dia inilah saudaraku... Dia inilah saudaraku!"
Ukhuwah. Persaudaraan di atas dasar iman.
Menarik saat kita melihat kisah di atas, tapi tentunya jangan terbalik, bukan Islam yang memisahkan persaudaraan itu, tapi kekafiranlah yang memisahkannya.
Ukhuwah..
"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara." (Q.S. Al-Hujuraat: 10)
Ikatan persaudaraan dalam ayat ini digambarkan dengan kata 'ikhwat'. Al-Maraghi dalam tafsirnya menyatakan bahwa 'ikhwat' berarti persaudaraan senasab, ayahnya adalah Islam dan ibunya adalah iman. Kata ini lebih kuat dari kata 'ikhwan' yang bermakna persaudaraan dalam persahabatan.
"Seorang mukmin dengan mukmin yang lain adalah saudaran, 'ikhwat' dalam agama, dan dihimpunkan dalam asal yang satu, yakni iman." Begitu ujar Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir.
Maka dalam Ukhuwah Islamiyah ini kita memiliki empat tahap: ta'aruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), ta'awun (saling menolong), dan takaful (rela berkorban). Ta'aruf, saling mengenal, mungkin seperti mudah bagi kita dalam tahap pertama ini, "saling mengenal", tapi ternyata saling mengenal di sini bukan hanya mengenal nama, atau pernah berbincang dan sebagainya. 'Umar ibn Khaththab mempunyai tiga ukuran dalam "saling mengenal" ini.
Pertama, "Apakah engkau pernah memiliki hubungan dagang atau hutang piutang dengannya, sehingga engkau mengetahui sifat jujur dan amanahnya?"
Kedua, "Pernahkah engkau berselisih perkara dan bertengkar hebat dengannya sehingga tahu bahwa dia tidak fajir dalam berbantahan?"
Ketiga, "Pernahkah engkau bepergian dengannya selama 10 hari sehingga telah habis kesabarannya untuk berpura-pura lalu kamu mengenali watak-watak aslinya?"
Maka inilah tiga ukuran dalam tahap ini, ukuran yang dalam dan penuh makna.
Ini baru tahap pertama, maka bisa kita katakan tentang tahap-tahap berikutnya akan semakin mendekatkan dan mengakrabkan mereka yang bersatu dalam Ukhuwah ini.
Lalu kita ingat saat Muhajirin dan Anshar pergi berperang melawan Persia di Qadisiyah, Persia dibuat takjub oleh mereka, saat Bangsa Arab yang "tak mengenal" air ini saling bergandengan menembus arus deras Eufrat. Namun tak sampai di situ, saat di pertengahan Eufrat, terdengarlah, "Qabku! Qabku! Kantung airku! Kantung airku!" Maka serombongan pasukan ini mencari kantung air salah seorang kaum Muslim ini, mengaduk-ngaduk Eufrat yang besar. Tercekatlah Persia melihat ini, hanya karena kantung airnya hilang, pasukan ini bersama mencari, lantas bagaimana jika salah seorang di antara mereka terbunuh?
Ah, tentunya mereka tak akan mengerti akan Ukhuwah ini.
"Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat orang-orang yang bukan nabi, dan bukan pula syuhada, tapi bahkan para nabi dan syuhada cemburu pada mereka di hari kiamat nanti, tersebab kedudukan yang diberikan Allah pada mereka." Ujar Rasulullah sebagaimana dibawakan dalam hadits oleh Imam Abu Dawud.
"Ya Rasulullah, beritahukanlah kami, siapa mereka?" tanya para shahabat kala itu.
"Mereka adalah segolongan yang saling mencintai karena rahmat Allah. Bukan oleh sebab kekerabatan dan darah. Bukan pula karena didasarkan pemberian harta. Demi allah, wajah mereka pada hari itu bersinar cemerlang dan mereka berada di atas cahaya. Mereka tidak merasa khawatir ketika manusia lain ketakutan. Dan mereka tidak bersedih ketika manusia lain berduka."
Sebuah hadits Qudsi yang dibawakan Imam Ahmad dan At-Tirmidzi tentang karunia kepada para pencinta ini. "Orang-orang yang saling mencintai demi keagunganKu, akan diberikan padanya mimbar dari cahaya yang dicemburui oleh Nabi dan syuhada."
Ah, indahnya dan agungnya saat kita saling mencintai saudara kita, bersama dalam ukhuwah, membersamai perjuangan kita, menyambung tali silaturrahim.
Tak jarang saat mereka yang berukhuwah ini begitu akrab bahkan saat baru pertama kali bertemu, mereka sangat akrab seolah-olah telah mengenal bertahun-tahun,
"Ruh-ruh itu ibarat prajurit-prajurit yang dibariskan. Yang saling mengenal di antara mereka pasti akan saling melembut dan menyatu. Yang saling tidak mengenal diantara mereka pasti akan saling bebeda dan berpisah." (HR. Bukhari)
Dalam Ukhuwah ini kita mesti saling mengenal, memahami, tolong-menolong, dan rela berkorban di antara kita. Maka saat saudara kita merintih, meronta, ditindas, maka kita mesti merasakan dukanya, dengannya kita membantu mereka, membantu mereka dalam doa kita, dalam tulisan-tulisan kita, dalam donasi-donasi kita, karena mereka adalah saudara kita, saudara atas dasar iman, Ukhuwah Islamiyah.
Maka marilah lebih membuka mata akan apa yang ada di sekitar kita, dengan apa yang di luar sana, dengan saudara-saudara kita, agar Ukhuwah ini tidak hanya sekedar kata, tak hanya sekedar teori, tapi menjadi tindakan nyata, menjadi bukti bahwa Islam memiliki persaudaraan kuat yang membawa Islam kembali dalam kejayaannya, karena, "Tiada persaudaraan, tiada 'ikhwat', kecuali di antara orang-orang yang beriman."
Dan berdoalah kita, agar makin dikuatkan persaudaraan ini, disatukan dalam ketaatan, dipadukan dalam perjuangan, dan menjalankan syariat atas cinta kepadaNya.
"Ya Allah,
Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta padaMu,
telah berjumpa dalam taat padaMu,
telah bersatu dalam dakwah padaMu,
telah berpadu dalam membela syari’atMu.
Kukuhkanlah, ya Allah, ikatannya.
Kekalkanlah cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya.
Penuhilah hati-hati ini dengan nur cahayaMu yang tiada pernah pudar.
Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepadaMu dan
keindahan bertawakkal kepadaMu.
Nyalakanlah hati kami dengan berma’rifat padaMu.
Matikanlah kami dalam syahid di jalanMu.
Sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Ya Allah. Aamiin. Sampaikanlah kesejahteraan, ya Allah, pada junjungan kami, Muhammad, keluarga dan sahabat-sahabatnya dan limpahkanlah kepada mereka keselamatan."
_____________________________________________________________
Beberapa bagian kisah diambil dari buku Dalam Dekapan Ukhuwah karya Salim A. Fillah
"...dan Allah yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka..."
(Q.S. Al-Anfaal: 63)
Ukhuwah Islamiyah, dua kata yang menjelaskan kepada kita akan tingginya makna persaudaraan dalam Islam. Persaudaraan Islam, persaudaraan yang agung, melewati sekat-sekat negara atau wilayah, melibas perbedaan suku maupun ras, meninggi lebih tinggi bahkan dari persaudaraan nasab. Teringatlah kita akan kejadian setelah Perang Badar, saat 'Abdurrahman ibn 'Auf membawa seorang tawanan pada seorang lelaki yang mirip dengan tawanan itu, berkatalah ia kepada lelaki itu,
"Assalamu'alaika, ya Mush'ab yang baik. Inilah saudaramu, Abu 'Aziz!" Ya, tawanan itu adalah saudara kandung Mush'ab ibn 'Umair, sang duta Islam saat awal kali ke Yatsrib. Namun inilah yang dikatakan Mush'ab pada 'Abdurrahman setelah menjawab salam, "Tahanlah dia. Kuatkan ikatanmu, dan eratkan belenggumu. Sesungguhnya dia memiliki Ibu yang sangat menyayangiya dan memanjakannya. Insya Allah engkau akan mendapat tebusan berharga darinya, Saudaraku!" Seakan tak percaya, 'Abu Aziz pun meronta, "Aku tak percaya ini! Engkau hai Mush'ab, saudaraku sendiri, engkau menjualku dan membiarkannya meminta tebusan besar pada ibu kita? Di mana cintamu pada adikmu ini?"
Dengan memalingkan wajahnya, Mush'ab menjawab, "Tidak! engkau bukan saudaraku. Dia inilah saudaraku... Dia inilah saudaraku!"
Ukhuwah. Persaudaraan di atas dasar iman.
Menarik saat kita melihat kisah di atas, tapi tentunya jangan terbalik, bukan Islam yang memisahkan persaudaraan itu, tapi kekafiranlah yang memisahkannya.
Ukhuwah..
"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara." (Q.S. Al-Hujuraat: 10)
Ikatan persaudaraan dalam ayat ini digambarkan dengan kata 'ikhwat'. Al-Maraghi dalam tafsirnya menyatakan bahwa 'ikhwat' berarti persaudaraan senasab, ayahnya adalah Islam dan ibunya adalah iman. Kata ini lebih kuat dari kata 'ikhwan' yang bermakna persaudaraan dalam persahabatan.
"Seorang mukmin dengan mukmin yang lain adalah saudaran, 'ikhwat' dalam agama, dan dihimpunkan dalam asal yang satu, yakni iman." Begitu ujar Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir.
Maka dalam Ukhuwah Islamiyah ini kita memiliki empat tahap: ta'aruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), ta'awun (saling menolong), dan takaful (rela berkorban). Ta'aruf, saling mengenal, mungkin seperti mudah bagi kita dalam tahap pertama ini, "saling mengenal", tapi ternyata saling mengenal di sini bukan hanya mengenal nama, atau pernah berbincang dan sebagainya. 'Umar ibn Khaththab mempunyai tiga ukuran dalam "saling mengenal" ini.
Pertama, "Apakah engkau pernah memiliki hubungan dagang atau hutang piutang dengannya, sehingga engkau mengetahui sifat jujur dan amanahnya?"
Kedua, "Pernahkah engkau berselisih perkara dan bertengkar hebat dengannya sehingga tahu bahwa dia tidak fajir dalam berbantahan?"
Ketiga, "Pernahkah engkau bepergian dengannya selama 10 hari sehingga telah habis kesabarannya untuk berpura-pura lalu kamu mengenali watak-watak aslinya?"
Maka inilah tiga ukuran dalam tahap ini, ukuran yang dalam dan penuh makna.
Ini baru tahap pertama, maka bisa kita katakan tentang tahap-tahap berikutnya akan semakin mendekatkan dan mengakrabkan mereka yang bersatu dalam Ukhuwah ini.
Lalu kita ingat saat Muhajirin dan Anshar pergi berperang melawan Persia di Qadisiyah, Persia dibuat takjub oleh mereka, saat Bangsa Arab yang "tak mengenal" air ini saling bergandengan menembus arus deras Eufrat. Namun tak sampai di situ, saat di pertengahan Eufrat, terdengarlah, "Qabku! Qabku! Kantung airku! Kantung airku!" Maka serombongan pasukan ini mencari kantung air salah seorang kaum Muslim ini, mengaduk-ngaduk Eufrat yang besar. Tercekatlah Persia melihat ini, hanya karena kantung airnya hilang, pasukan ini bersama mencari, lantas bagaimana jika salah seorang di antara mereka terbunuh?
Ah, tentunya mereka tak akan mengerti akan Ukhuwah ini.
"Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat orang-orang yang bukan nabi, dan bukan pula syuhada, tapi bahkan para nabi dan syuhada cemburu pada mereka di hari kiamat nanti, tersebab kedudukan yang diberikan Allah pada mereka." Ujar Rasulullah sebagaimana dibawakan dalam hadits oleh Imam Abu Dawud.
"Ya Rasulullah, beritahukanlah kami, siapa mereka?" tanya para shahabat kala itu.
"Mereka adalah segolongan yang saling mencintai karena rahmat Allah. Bukan oleh sebab kekerabatan dan darah. Bukan pula karena didasarkan pemberian harta. Demi allah, wajah mereka pada hari itu bersinar cemerlang dan mereka berada di atas cahaya. Mereka tidak merasa khawatir ketika manusia lain ketakutan. Dan mereka tidak bersedih ketika manusia lain berduka."
Sebuah hadits Qudsi yang dibawakan Imam Ahmad dan At-Tirmidzi tentang karunia kepada para pencinta ini. "Orang-orang yang saling mencintai demi keagunganKu, akan diberikan padanya mimbar dari cahaya yang dicemburui oleh Nabi dan syuhada."
Ah, indahnya dan agungnya saat kita saling mencintai saudara kita, bersama dalam ukhuwah, membersamai perjuangan kita, menyambung tali silaturrahim.
Tak jarang saat mereka yang berukhuwah ini begitu akrab bahkan saat baru pertama kali bertemu, mereka sangat akrab seolah-olah telah mengenal bertahun-tahun,
"Ruh-ruh itu ibarat prajurit-prajurit yang dibariskan. Yang saling mengenal di antara mereka pasti akan saling melembut dan menyatu. Yang saling tidak mengenal diantara mereka pasti akan saling bebeda dan berpisah." (HR. Bukhari)
Dalam Ukhuwah ini kita mesti saling mengenal, memahami, tolong-menolong, dan rela berkorban di antara kita. Maka saat saudara kita merintih, meronta, ditindas, maka kita mesti merasakan dukanya, dengannya kita membantu mereka, membantu mereka dalam doa kita, dalam tulisan-tulisan kita, dalam donasi-donasi kita, karena mereka adalah saudara kita, saudara atas dasar iman, Ukhuwah Islamiyah.
Maka marilah lebih membuka mata akan apa yang ada di sekitar kita, dengan apa yang di luar sana, dengan saudara-saudara kita, agar Ukhuwah ini tidak hanya sekedar kata, tak hanya sekedar teori, tapi menjadi tindakan nyata, menjadi bukti bahwa Islam memiliki persaudaraan kuat yang membawa Islam kembali dalam kejayaannya, karena, "Tiada persaudaraan, tiada 'ikhwat', kecuali di antara orang-orang yang beriman."
Dan berdoalah kita, agar makin dikuatkan persaudaraan ini, disatukan dalam ketaatan, dipadukan dalam perjuangan, dan menjalankan syariat atas cinta kepadaNya.
"Ya Allah,
Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta padaMu,
telah berjumpa dalam taat padaMu,
telah bersatu dalam dakwah padaMu,
telah berpadu dalam membela syari’atMu.
Kukuhkanlah, ya Allah, ikatannya.
Kekalkanlah cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya.
Penuhilah hati-hati ini dengan nur cahayaMu yang tiada pernah pudar.
Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepadaMu dan
keindahan bertawakkal kepadaMu.
Nyalakanlah hati kami dengan berma’rifat padaMu.
Matikanlah kami dalam syahid di jalanMu.
Sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Ya Allah. Aamiin. Sampaikanlah kesejahteraan, ya Allah, pada junjungan kami, Muhammad, keluarga dan sahabat-sahabatnya dan limpahkanlah kepada mereka keselamatan."
_____________________________________________________________
Beberapa bagian kisah diambil dari buku Dalam Dekapan Ukhuwah karya Salim A. Fillah
No comments:
Silakan berkomentar, gunakanlah bahasa yang santun dan sopan serta sesuai dengan tulisan di atas