بسم الله الرØمن الرØيم
Hari itu, 15 Juli 1960, John F. Kennedy berpidato di depan rakyat Amerika. Seperti biasa, pidatonya menggetarkan.
“Di seluruh dunia, orang-orang muda telah tampil, mereka bertekad membangun dunia yang kuat. Perbatasan Baru telah hadir.” Pidato JFK ditujukan kepada para penantang masa depan: anak-anak muda. Ia mengajak para pemimpin muda untuk berpaling dari era melenakan 1950-an.
“Saya menghimbau Anda sekalian untuk menjadi pionir yang melintasi Perbatasan Baru itu. Bisakah Anda bertahan? Punyakah Anda nyali dan tekad untuk membuktikannya?”
Pidato tersebut segera disambut riuh hadirin seantero. "New Frontier" menjadi Pidato yang dikenang oleh sejarah. Membawa JFK muda ke kursi Presiden Amerika ke-35, pada 1961-1963.
Tapi ada yang lebih impresif. Jauh sebelum Kennedy, pidato yang jauh lebih memukau pernah disampaikan seorang anak muda, usianya saat itu masih sekitar 29 tahun. Soekarno namanya.
Saat itu 1930. Bung Karno bicara lantang di hadapan pengadilan Belanda. Pidatonya INDONESIA MENGGUGAT menjadi mesiu yang meletupkan kemerdekaan Indonesia.
"Maka rakyat kami dibuat rakyat yang hidup kecil & nrimo, rendah pengetahuanya, lembek kemauannya, sedikit hasratnya, padam kegagahannya."
"Kami,” ujar Bung Karno “mencoba memberantas penyakit ini. Kami mencoba membangkit-bangkitkan kemauan rakyat dan menyalakan lebih banyak hasrat-hasrat di dalam kalbu rakyat."
Dan Blast! Pidato Si Bung meledakan seisi ruangan. Membakar jiwa para pejuang untuk menabuh perlawanan. Maka usai 300 tahun penjajahan, nyali yang tercecer disatupadukan. Soekarno, Hatta, Sjahrir dan berderet pejuang lainnya berhasil membangunkan kembali bangsa besar yang sempat tertidur ini.
Ada banyak pejuang yang menjadi penopang dalam sejarah. Dalam konteks yang lebih luas, ia tak harus selalu tampil silau. Bisa jadi ia serupa Pak Natsir dengan jas bertambal, atau Haji Agus Salim dengan Kopiah yang kian lusuh.
Seorang pejuang juga tak mesti diantar dengan mobil mentereng. Bisa jadi ia Pak Kasman atau Pak Roem yang kian kemari dengan sepeda sambangi rumah gurunya.
Ya, keunggulan founding fathers justru hadir karena kesederhanaannya. Sederhana dalam sikap. Kaya dalam amal. Keberanian adalah peran yang ditembakan ke jantung waktu dan situasi. Seperti Haji Agus Salim, seperti Kennedy, seperti Bung Karno.
[tab] [content title="Tentang Penulis"] Dea Tantyo
Penulis buku Leiden dan Extraordinary, kerap pula menjadi pembicara dalam tema-tema kepemimpinan. [/content] [content title="Tulisan Lain Dari Dea Tantyo"]
Hari itu, 15 Juli 1960, John F. Kennedy berpidato di depan rakyat Amerika. Seperti biasa, pidatonya menggetarkan.
“Di seluruh dunia, orang-orang muda telah tampil, mereka bertekad membangun dunia yang kuat. Perbatasan Baru telah hadir.” Pidato JFK ditujukan kepada para penantang masa depan: anak-anak muda. Ia mengajak para pemimpin muda untuk berpaling dari era melenakan 1950-an.
“Saya menghimbau Anda sekalian untuk menjadi pionir yang melintasi Perbatasan Baru itu. Bisakah Anda bertahan? Punyakah Anda nyali dan tekad untuk membuktikannya?”
Pidato tersebut segera disambut riuh hadirin seantero. "New Frontier" menjadi Pidato yang dikenang oleh sejarah. Membawa JFK muda ke kursi Presiden Amerika ke-35, pada 1961-1963.
Ir. Soekarno |
Tapi ada yang lebih impresif. Jauh sebelum Kennedy, pidato yang jauh lebih memukau pernah disampaikan seorang anak muda, usianya saat itu masih sekitar 29 tahun. Soekarno namanya.
Saat itu 1930. Bung Karno bicara lantang di hadapan pengadilan Belanda. Pidatonya INDONESIA MENGGUGAT menjadi mesiu yang meletupkan kemerdekaan Indonesia.
"Maka rakyat kami dibuat rakyat yang hidup kecil & nrimo, rendah pengetahuanya, lembek kemauannya, sedikit hasratnya, padam kegagahannya."
"Kami,” ujar Bung Karno “mencoba memberantas penyakit ini. Kami mencoba membangkit-bangkitkan kemauan rakyat dan menyalakan lebih banyak hasrat-hasrat di dalam kalbu rakyat."
Dan Blast! Pidato Si Bung meledakan seisi ruangan. Membakar jiwa para pejuang untuk menabuh perlawanan. Maka usai 300 tahun penjajahan, nyali yang tercecer disatupadukan. Soekarno, Hatta, Sjahrir dan berderet pejuang lainnya berhasil membangunkan kembali bangsa besar yang sempat tertidur ini.
Ada banyak pejuang yang menjadi penopang dalam sejarah. Dalam konteks yang lebih luas, ia tak harus selalu tampil silau. Bisa jadi ia serupa Pak Natsir dengan jas bertambal, atau Haji Agus Salim dengan Kopiah yang kian lusuh.
Seorang pejuang juga tak mesti diantar dengan mobil mentereng. Bisa jadi ia Pak Kasman atau Pak Roem yang kian kemari dengan sepeda sambangi rumah gurunya.
Pidato Bung Karno yang berjudul Indonesia Menggugat dibukukan dengan judul yang sama. |
[tab] [content title="Tentang Penulis"] Dea Tantyo
Penulis buku Leiden dan Extraordinary, kerap pula menjadi pembicara dalam tema-tema kepemimpinan. [/content] [content title="Tulisan Lain Dari Dea Tantyo"]
No comments:
Silakan berkomentar, gunakanlah bahasa yang santun dan sopan serta sesuai dengan tulisan di atas